Kamis, 02 Desember 2010

MANUNGGALNYA TUHAN KAWULANYA GUSTI KAWULA

Kita mulai pembicaraan ini dengan sebuah pertanyaan :
“apakah orang-orang yang akhir-akhir ini banyak menganggap dirinya sama dengan sang khaliq (ALLAH) itu salah ? apakah pemikiran mereka tidak bisa di artikan kalau antara diinya dan sang pencipta alam semesta ini begitu dekat ?
Mungkin pertanyaan itu sangat mudah untuk di jawab oleh kita orang-orang awam yang senantiasa pada jalur agama nenek moyang yang begitu kental dengan ajaran-ajaran nash dan hadits. Akan tetapi disinilah kita sebagai orang yang berilmu yang senantiasa selalu mengedepankan pemikiran kita dari pada etika dan tatakrama kira sebagai orang yang berilmu, kita di tuntut untuk bisa memaknai pertanyaan diatas yang mungkin harus menggabungkan dua oposisi antara intelektual dan agama (ilmu ma’rifat) yang tinggi. Dia harus menyucikan kalbunya dengan mengisi sepenuhnya dengan cinta ilahi. Cinta ilahi akan membimbingnya untuk menjawab pertanyaan diatas yang oleh penulis sendiri dilontarkan secara spontan dan dari hasil pikiran penulis ketika membaca ayat suci Al-qur’an surat An-nur ayat 35, yang intinya Allah berfirman “barang siapa di kehendakinya maka Allah akan menuntun kepada cahaya-Nya” artinya siapa saja yang di kehendaki-Nya oleh Allah akan di berikan nur (cahaya) kepadanya. Entah itu penulis sendiri atau anda-anda yang Allah kehendaki, sehingga mengenali-Nya. Mengenali-Nya bisa lewat pengetahuan tentang tajalli-Nya, tentang keberadaan-Nya, atau tentang eksistensi-Nya dan seterusnya.lantas siapakan yang terpilih mendapatkan cahaya-Nya? Dalam tafsir tokoh sufi, manusia yang beruntung mendapat cahaya Allah adalah mereka-mereka yang meiliki daya upaya yang melebihi manusia pada umumnya.
Dengan demikian bagi kita-kita yang hanya manusia biasa janganlah berkecil hati jika tidak memiliki sebutan atau gelar keagamaam, pangkat atau derajat sehingga tidak mungkin menerima cahaya-Nya. Kalau kita berkaca pada sejarahnya R. Sahid atau biasa dikenal dengan sebutan sunan kalijaga dan umar bin khattab. Mereka adalah manusia-manusia dengan predikat sangat jahat dan memiliki moralitas yang buruk namun setelah terpilih menerima cahaya-Nya, mereka berubah menjadi manusia dengan istimewa dan masuk golongan-golongan orang suci sehingga mereka berhak atas gelar wali suci dan khalifatullah.